Minggu, 02 Juli 2023

KENAPA MUHAMMADIYAH SHALAT ID DI LAPANGAN

Hari Raya Idul Adha 2023 baru saja berlalu. Namun, tahun ini kembali tidak berjalan serentak, di mana Muhammadiyah melaksanakan Sholat Id lebih dulu pada Rabu (28/6/2023), sementara pemerintah dan NU satu hari setelahnya, Kamis (29/6/2023). Warga Muhammadiyah melaksanakan Sholat Id selalu di lapangan, sementara pemerintah dan orang NU lebih sering Sholat Id di masjid. Lantas apa alasan dan sejak kapan Muhammadiyah menggelar Sholat Id di lapangan terbuka?

Muhammadiyah adalah yang pertama kali memperkenalkan salat di tanah lapang. Awalnya gagasan ini tidak lazim dilakukan dan muncul pertentangan. Namun kini Sholat Id di tanah lapang telah diterima sebagai sesuatu yang lumrah.

Sholat Id di lapangan. Warga Muhammadiyah menggelar Sholat Id di lapangan terbuka. Foto: Republika.

Sholat Id di lapangan. Warga Muhammadiyah menggelar Sholat Id di lapangan terbuka. Foto: Republika.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Hari Raya Idul Adha 2023 baru saja berlalu. Namun, tahun ini kembali tidak berjalan serentak, di mana Muhammadiyah melaksanakan Sholat Id lebih dulu pada Rabu (28/6/2023), sementara pemerintah dan NU satu hari setelahnya, Kamis (29/6/2023). Warga Muhammadiyah melaksanakan Sholat Id selalu di lapangan, sementara pemerintah dan orang NU lebih sering Sholat Id di masjid. Lantas apa alasan dan sejak kapan Muhammadiyah menggelar Sholat Id di lapangan terbuka?


Muhammadiyah adalah yang pertama kali memperkenalkan salat di tanah lapang. Awalnya gagasan ini tidak lazim dilakukan dan muncul pertentangan. Namun kini Sholat Id di tanah lapang telah diterima sebagai sesuatu yang lumrah.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir dalam Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (2010) mencatat, pelaksanaan Sholat Id di lapangan untuk ‘pertama kali’ dilakukan Muhammadiyah pada 1926. Saat itu Sholat Id digelar di alun-alun utara Keraton Yogyakarta.

Prof Haedar menulis Kiai Ahmad Dahlan yang wafat pada 1923 itu telah berusaha memahamkan umat Islam agar mengikuti Sunnah Nabi Saw dengan Sholat Id di lapangan terbuka. Pada masa itu umat muslim Indonesia yang mayoritas bermazhab fiqih Syafi’i memang melaksanakan Salat Id di masjid atau imam di dalam masjid. Alasannya, karena sholat di dalam masjid lebih utama.


Dalam Almanak Muhammadiyah 1394 (1974), tercatat Muhammadiyah melaksanakan Sholat Id di tanah lapang dimulai pada 1926. Utamanya, dengan merujuk pada hasil keputusan Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya.

St. Nurhayat, dkk dalam Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah, Organisasi, dan Sistem Nilai (2019) menjelaskan asal mula keputusan penggunaan tanah lapang sebagai lokasi Sholat Id bermula dari kritikan seorang tamu dari negeri India pada masa kepemimpinan Kiai Ibrahim antara tahun 1923-1933. Tamu dari negeri India itu memprotes mengapa Muhammadiyah melaksanakan Sholat Idul Fitri di dalam Masjid Keraton Yogyakarta.

Menurut tamu itu, Muhammadiyah yang telah memposisikan diri sebagai gerakan Tajdid (pencerahan) seharusnya melaksanakan Sholat Id di tanah lapang sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Penggunaan Masjid Keraton sebagai tempat Sholat Id Muhammadiyah memang tidak terlepas dari bentuk penghormatan Muhammadiyah kepada Sultan Hamengkubuwono VII yang telah mengamini izin dari Kiai Ahmad Dahlan agar Muhammadiyah diperbolehkan berbeda tanggal perayaan hari besar Islam dengan Keraton.

Perbedaan itu lantaran Muhammadiyah memakai sistem hisab dan Kalender Hijriyah, berbeda dengan Keraton yang memakai penanggalan tradisional Jawa atau Aboge sehingga terdapat perbedaan tanggal hari besar Islam.


KSholat Id di lapangan akhirnya disiarkan lewat keputusan Muktamar juga disebutkan oleh St. Nurhayat di atas. Sebab di masa Kiai Ibrahim itu, fokus Muhammadiyah mulai bergeser pada persoalan Takhrij Hadis dan persoalan ubudiyah, terutama pada tahun 1927


Dari titik inilah kemudian juga terjadi penghimpunan para ulama Muhammadiyah untuk membicarakan berbagai persoalan peribadatan yang kemudian diberi nama sebagai Majelis Tarjih, yang eksistensinya di Muhammadiyah baru nampak pada masa kepemimpinan Kiai Mas Mansur pada tahun 1936-1942. Atas keputusan Muktamar tahun 1926 itu pun, berbagai konsul dan cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia ditengaarai mulai rutin menggelar ibadah Salat Id di tanah lapang pada tahun-tahun berikutnya.

Sumber:

https://kurusetra.republika.co.id/posts/225673/mengapa-orang-muhammadiyah-sholat-id-di-lapangan-bukan-di-masjid

.

0 comments:

Posting Komentar