This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 26 September 2010

Silaturrahmi Syawal 1431H Keluarga Besar Muhammadiyah Sumatera Utara

Sabtu, 25 September 2010, PW Muhamamdiyah Sumatera dan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara mengadakan Silaturrahmi Syawal 1431H dengan keluarga Besar Muhamamdiyah Sumatera Utara. Kegiatan ini dilaksanakan di Kampus UMSu III jalan Mukhtar Basri. Silaturrahmi ini dihadiri oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah se-Sumatera Utara. Hadir pada acara tersebut Ketua Pimpinan Pusat Muhamamdiyah sekaliogus memberikan tausiyah Syawal, Dr. M.Fattah Wibisono, MA.

Dr.M.Fattah Wibisono, M.A , pada tauysiyahnya mengingatkan warga Muhammadiyah untuk mempererat Silaturrtahmi dan Ukwah sesama muslim. Kiasan ukhwah sesama muslim diibaratkan seperti sebuah jasad dan juga bangunan. Sebagai sebuah jasad(tubuh), seluruh bagian-bagian tubuh akan merasakan sakit bila salah satu bagian sakit. Begitu juga sebuah bangunan bisa bertdiri karena adanya campuran dari berbagai bahan bangunan. Oleh sebab itu agar ukhwah itu harus dapat saling memperkokoh dan memperkuat. Untuk itu kata Dr.M.Fattah Wibisono,M.A untuk memperkokoh ukhwah harus dihilangkan sifat-sifat seperti; merasa paling berjasa, merasa paling hebat,tidak melihat kelemahan kawan, dan saling mengingatkan.

Pada kesempatan silaturrahmi tersebut, dilaksanakan GAS ( gerakan Amal Soleh ) sebagai gerakan peduli terhadap bencana alam gunung Sinabung di tanah Karo. Gerakan spontan ini mendapat respon dari peserta Silaturrahmi untuk memberikan sumbangan. Pada acara penggalangan dana tersebut terkumpul dana lebih Rp. 15 juta ditambah 100 Dollar AS. Sebelumnya PP Muhammadiyah beserta PWM Sumatera Utara dan UMSU telah memberikan langsung kepada Posko Muhammadiyah Kab.Karo Rp.1o juta dan Posko Masjid Agung Kabanjahe Rp.10 Juta ketika kehadiran Prof.Dr.Din Syamsudin pada tanggal 2 September 2010.

Acara silaturrtahmi ini dilanjutkan dengan nonton bareng film " Sang Pencerah ". Film trentang kisah KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhamamdiyah.

Selasa, 21 September 2010

PD Muhammadiyah Kab.Karo Kunjungi Pengungsi






Selasa, 21 September 2010 PD Muhammadiyah Kab.Karo mengunjungi pengungsi yang berada di Lokasi Pengungsian Gedung Nasiona Kabanjahe. Rombongan PDM Kab.Karo terdiri atas Nursal Can ( Ketua PDM Karo), Drs.H.Erwin Tanjung ( Sekretaris PDM Karo/ Koordinator Posko Muhammadiyah ), A.Suhaimi, S.Pd , Drs. M.Nur Caniago dan Teguh Purwoto.

Kegiatan dimulai dengan pelaksanaan shalat isya berjamaah kemudian pemberian tausiyah kepada para korban Gunung Sinabung. Pada kesempatan tersebut, Nursal Caniago mengharapkan kepada warga pengungsi yang merupakan juga warga Muhamamdiyah desa Tiga Pancur Kec. Simpang Empat agar sabar menerima musibah ini. Al-Quran juga menjelaskan bahwa manusia akan selalau diuji oleh Allh SWt.

leh sebab itu perlu kesabaran dan keikhlasan menghadapi musibah ini.

Drs.Erwin Tanjung, selaku Koordinator Posko Muhammadiyah Peduli pada kesempatan tersebut juga menyampaikan kepada warga Muhammadiyah yang mengungsi agar tetap istiqomah dalam ke-Islaman. Saat ini ada beberapa kegiatan ritual yang mulai dilaksanakan oleh beberapa kalangan masyarakat yang berbau syirik. Upacara itu adalah upacara ritual nenek moyang yang kita kenal dengan animisme dan dinamisme.

Oleh sebab itu, Drs. Erwin Tanjung menginmgatkan kepada ummat jangan ikjut-ikutan dengan acara riual tersebut. Jangan sampai musibah gunung Sinabung menimbulkan musibah yang lebih dahsyat lagi yaitu luntur akidah ummat Islam.

Sebelum mengakhiri acara tersebut, Teguh Purwoto menghibur para poengungsi dengan guyon-guyon yang mampu menghibur masyarakat. Apalagi dengan intonasi dan gaya bahasa yang kental dialek jawanya. Terlihat jamaah cukup puas dan terhibur.

Sejarah Muhammadiyah

Sejarah Muhammadiyah

Masjid

Masjid Gedhe Kauman
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .

Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.

Disamping memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namnaya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930 namnaya dirubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.
Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan Nama 'Aisyiyah yang disitulah Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Tabel Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Periode Kepemimpinannya
No Nama Awal Menjabat
Akhir Menjabat
1 KH Ahmad Dahlan 1912 1923
2 KH Ibrahim 1923 1932
3 KH Hisyam 1932 1936
5 KH Mas Mansur 1936 1942
6 Ki Bagoes Hadikoesoemo 1942 1953
7 Buya AR Sutan Mansur 1953 1959
8 HM Yunus Anis 1959 1962
9 KH Ahmad Badawi 1962 1968
10 KH Faqih Usman 1968 1971
11 KH AR Fakhruddin
1971 1990
12 KHA Azhar Basyir 1990 1995
13 Amien Rais 1995 2000
14 Syafii Ma'arif
2000 2005
15 Din Syamsuddin 2005 sekaran

Sejarah Pendiri MuhammadiyahK: H. Ahmad Dahlan

Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan) dilahirkan dari kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.

Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah.

Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
Pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah.

Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991).

Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).

Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :

"Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).


Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.

Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi.

Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, maka Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut.

Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.

Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Ia dikenal sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta yang mempunyai penghasilan yang cukup tinggi. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.

Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.

Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.

Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain.

Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan.

Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir".
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).

Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :

1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.

Jumat, 10 September 2010

Silaturrahmi dengan Keluarga Besar Muhammadiyah Korban Pengungsian









Kondisi gunung Sinabung yang tidak pasti, membuat masyarakat pengungsi korban gunung Sinabung harus bertahan di lokasi pengungsian. Masa tanggap darurat yang seharusnya sampai tanggal 9 September harus diperpanjang kembali. Hal ini membuat ummat Islam harus berhari raya dalam tenda pengungsian. Dan tidak tahu sampai kapan.

Dari puluhan ribu pengungsi, diantaranya adalah warga Muhammadiyah. Dari belasan desa yang termasuk radius tidak aman ( radius 6 km ) ada dua desa yang merupakan mayoritas warga Muhammadiyah dan satu desa merupakan cikal bakal ranting Muhamamdiyah. Desa tersebut adalah Desa Tigapancur Kecamatan Simpang Empat ( 71 KK warga Muhammadiyah ), Desa Beganding ( 134 KK Warga Muhammadiyah ) , dan Desa Cimbang ( 29 KK Simaptisan Muhammadiyah ). Totak keseluruhan ada 234 KK warga/simpatisan Muhammadiyah.


Posko Muhammadiyah kab.Karo telah memberikan pendampingan bagi korban bencana alam Gunung Sinabung. Kegiatan pendampingan yang dilakukan antara lain memberikan bimbingan rohani , bermain bersama anak-anak pengungsi, pemberian bukaan puasa dsb. Berkaitan dengan hari raya Idul Fitri masih berada di lokasi pengungsian, Posko Muhammadiyah Kab.Karo mengajak ummat Islam untuk melaksanakan shalat Idul Fitri di Komplek Muhamamdiyah Kabanjahe khususnya bagi warga Muhamamdiyah.. Sudah tentu suasana hari raya tahun ini sangat berbeda dengan suasana hari raya sebelumnya. Selesai pelaksanaan Shalat Idul Fitri (Jumat, 10 September 2010 ) seluruh Pimpinan Persyarikatan mulai dari tingkat daerah sampai ranting begitu juga dengan ortomnya mengadakan silaturrahmi dengan warga Muhammadiyah korban bencana alam gunung Sinabung.Kegiatan ini dilaksanakan di kompleks Majid Taqwa/SD Muhamamdiyah Kabanjahe. Pada kesempatan ini dilaksanakan makan bersama. Kediatan ini dihadiri lebih kurang 300 warga Muhamamdiyah korban bencana Gunung Sinabung. Pada kesempatan silaturrahmi ini Posko Muhammadiyah kab.Karo menyerahkan bantuan dari PP Muhammadiyah dan PW Muhamamdiyah sebesar Rp.10.000.000,- kemudian ditambah sebesar Rp.2.000.000,- oleh kader Muhamamdiyah yang juga Ketua PAN Kab.Karo dan juga bantuan dari PCM Duren Sawit Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat sebesar Rp.500.000,-.

Pada kata sambutannya, Kasmir Pili mewakili PD Muhammdiyah Kab.karo berharap warga Muhammadiyah korban Gunung Sinabung dapat bersabar dan mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Selanjut Ibu Erlina Manda, ketua PD Aisyiyah Kab.Karo mengharapkan agar warga Muhamamdiyah khususnya ibu-ibu Aisyiyah untuk tidak berburuk sangka kepada Allah. Selanjutnya beliau menyampaikan bahwa PW Aisyiyah Sumatera Utara akan datang untuk melihat lebih dekat dengan warga Aisyiyah yang terkena musibah gunung Sinabung. Abdul Sitepu salah satu pengurus ranting Tigapancur pada kesempatan tersebut menyampaikan ucapan terima kasih atas perhatian warga Muhammadiyah Kab.Karo selama ini dan juga atas bantuan PP Muhamamdiyah dan PWM Sumatera Utara untuk warga Muhammadiyah yang terkena bancana alam gunung Sinabung. Diakhir silaturrahmi Koordiantor Posko Muhammadiyah kab.Karo,Drs.H.Erwin Tanjung menyampaikan permintaan maaf karena tidak maksimal memperhatikan warga Muhammadiyah yang terkena musibah. Acara silaturrahmi diakhiri dengan bersalam-salaman.

IMM Komisariat Medan kunjungi Korban Gunung Sinabung






Rabu, 7 September 2010 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Komisariat Kota Medan mengunjungi korban bencana alam gunung Sinabung. Rombongan IMM Komisariat Kota Medan disambut oleh Drs.H.Erwin Tanjung koordinator Posko Muhamamadiyah Peduli Gunung Sinabung Kab.Karo.Selanjutnya dipandu oleh Koordinator Posko Muhammadiyah , IMM Komisariatr Kota Medan mengunjungi salah satu lokasi pengungsian yaitu Posko Gedung Nasional Kabanjahe. Pada kesempatan tersebut, IMM Komisariat Kota Medan memberikan bimbingan rohani dan menyerahkan bantuan perangkat alat shalat kepada para pengungsi.

Minggu, 05 September 2010

Posko Muhammadiyah Sumbang Bukaan Puasa Bagi Pengungsi






Minggu, 5 September 2010, Posko Muhammadiyah bekerjasama dengan BKMT Kab.Karo memberikan bantuan buka puasa bagi ummat IOslam korban bencana alam Gunung Sinabung. Sumbangan bukaan puasa ini diberikan pada 5 lokasi pengungsian,yaitu Posko Tuah Lau Pati di jalan samaura, Posko Jambur Pulungan di Jalan Kotacane, Posko Dalihan Natolu di Jalan Sudirman, Posko Gedung Serba Guna, dan Posko Adil Makmur.
Sedlain memberikAN bantuan bukaan puasa juga diberikan siraman rohani kepada para pengungsi agar tabah dan sabar menerima cobaan ini.

Sabtu, 04 September 2010

Prof.Dr.Din Syamsudin Bersilaturrahmi dengan Keluarag Besar Muhammadiyah Kab.Karo








Kehadiran Prof.Dr.Din Syamsudin di Tanah Karo merupakan sebuah berkah bagi warga Muhamamdiyah Kab.Karo. Prof.Dr.Din Syamsudin,Ketua PP Muhamamdiyah beserta PW Muhammadiyah Sumatera Utara mengadkan kunjungan kemanusiaan untuk korban Bencana Gunung Sinabung. Kesempatan inilah dipergunakan sekaligus untuk bersilaturahmi dengan warga Muhamamdiyah. Menurut catatn, inilah baru pertama sekali Ketua PP Muhamamdiyah mengunjungi warga Muhamamdiyah di Kabupaten Karo. Kehadiran Din Syamsudin beserta Rombongan PWm Sumatera Utara pada hari Kamis,2 September 2010 adalah dalam rangka memberikan bantuan kemanusiaan bagi korban gunung Sinabung.

Silaturrahmi dengan warga Muhammadiyah dilaksanakan di Kom,pleks Masjid Taqwa Muhamamdiyah Kabanjahe. Kehadiran Ketua PP Muhammadiyah disambut hangat oleh seluruh pimpinan dan warga Muhamamdiyah. Pada kesempatan silaturrahmi ini Din Syamsudin memberikan sumbangan sebesar Rp.10.000.000,- untuk Posko Muhammadiyah Peduli Bencana Gunung Sinabung

Kamis, 02 September 2010

Ketua PP Muhammadiyah Kunjungi Tanah Karo






Prof.Dr.M.H.Din Syamsudin Kunjungi Kabupaten Karo

Kamis, 2 September 2010, Ketua Umum PP Muhammadiyah mengunjungi Lokasi pengungsian korban Bencana Alam Gunung Sinabung. Kehadiran Prof.Dr.Din Syamsudin ke Kabupaten Karo diawali dengan Silaturrahmi dengan Keluarga Muhamamdiyah Kab.Karo. Lokasi pengungsian pertama yang dikunjungi Ketua Umum PP Muhammadiyah beserta rombongan PWM Sumatera Utara Posko Jambur Taras di Berastagi dan yang kedua adalah Posko Jambur Adil Makmur. Pada kesempatan tersebut Prof.Dr.Din Syamsudin memberikan tausiyah agar para korban Gunung Sinabung diberi kesabaran dan ketabahan menerima cobaan ini sekaligus memnyerahkan bantuan dari PW Muhamamdiyah Sumatera Utara. Direncanakan pada hari yang sama Prof.Dr.Din Syamsudin akan memberikan tausiyah di Masjid Agung Kabanjahe, namun karena padatnya agenda acara Prof.Dr.Din Syamsudin, maka beliau hanya sempat mengunjungi dan melihat posko pengungsian yang ada di masjid Agung dan menyerahkan bantuan sebesar Rp.10.000.000,-. Setelah itu Prof.Dr.Din Syamsudin beserta rombongan kembali menuju Medan.